“Pesawat
Terbang Buat Adek”
Namaku Raka, aku sekolah di SMA N 1
Surakarta bersama adikku Aldo di SD N Balapan Surakarta. Aku duduk di kelas 1
SMA, dan adikku baru kelas 5 SD. Kami tinggal bersama nenek, nenek Yun orang biasa
memanggilnya. Nenek selalu mendukungku untuk menjadi seorang dokter. Tapi
sebaliknya, nenek menentang cita-cita Aldo. Entah karena apa, tapi nenek selalu
marah setiap Aldo berkeinginan untuk meraih cita-citanya. Memang Aldo masih
kecil, tapi semangatnya untuk menjadi seorang pilot sangat besar. Aku dan Aldo
bingung. Nenek lah yang merawat kami setelah ayah meninggal dan ibu pergi. Tapi
nenek tidak pernah menceritakan karena apa ayah meninggal dan kemana ibu pergi.
Kami pun semakin bingung. Banyak hal yang belum aku ketahui dari keluarga ini.
Terlebih, tentang cita-cita Aldo.
“Aldo kemana Raka?” panggil nenek
dengan wajah marah.
“Tadi udah pulang bareng Raka nek, tapi nggak
tau sekarang kemana. Mungkin main sama teman-temannya”.
Aku mencoba untuk selalu melindungi
adikku. Tapi aku juga tidak bisa berbohong sama nenek. Aku tahu adikku pergi ke
bandara Adi Sumarmo yang jaraknya kurang lebih 1 km. Aku dan adikku mempunyai
sifat yang berbeda. Aku lebih penurut dibandingkan adikku. Aku lebih suka
dirumah dan sebaliknya.
Aku mendengar langkah kaki Aldo. Aku
tahu adikku sudah datang. Dan aku juga tahu kalau nenek pasti marah.
“Darimana saja kamu. Udah lihat apa aja.
Seneng habis dari sana..”
Nenek memang tidak bisa diam kalau
sudah marah. Dan Aldo, adikku satu ini memang selalu menuruti semua apa yang
aku katakan, untuk diam ketika nenek marah.
“brakk..” Aldo menutup pintu kamarku.
Aldo selalu datang kepadaku setelah
ia dimarahi nenek.
“kak, sepertinya nenek
tahu kemana aja aku pergi. Atau kak Raka yang bilang sama nenek?”.
Aldo mengintrogasiku bagaikan aku
adalah seorang tersangka. Aku hanya diam. Karena aldo tidak akan berhenti
bicara kalau aku menjawabnya. Aku tahu, setelah nenek mengetahui cita-cita
Aldo, nenek selalu mengawasi kemana saja Aldo pergi. Tapi, aku tidak
mengatakannya kepada adikku. Karena aku mendukung cita-cita adikku itu.
“Ya, siapa lagi yang mendukung Aldo
kalau bukan aku?” tanyaku dalam hati.
Aku sangat sayang sama adikku. Karena
hanyalah dia yang aku punya, selain nenek. Toh, nenek selalu sibuk dengan
perkebunan jati milik nenek yang letaknya tidak cukup jauh dari rumah
kami.
“Dek, kakak mau tanya, kenapa kamu
pengen jadi pilot?” tanyaku dengan serius.
“kakak tahu ibu kemana?” adikku
berbalik tanya kepadaku.
Dengan sontak aku menghentikan gerak
mataku yang dari tadi membaca buku. Aku bingung, aku harus menjawab apa. Tapi
sebelum aku menjawab, adikku mulai bertanya lagi.
“Kenapa nenek tidak pernah
bilang kemana ibu pergi?. Sebenarnya, kak Raka pengen enggak ketemu ibu?”. Seandainya
aja, ibu disini. Pasti nenek enggak berani marahin aku. Dan nenek enggak akan
berani ngelarang aku pergi kemana-kemana”.
“Amiiin... kakak juga
berfikir begitu”.
Aku mencoba menyenangkan hati adikku
dengan bersikap –care- dengannya. Tapi, adikku juga benar.
“Andai saja ibu disini”. Kataku dalam
hati.
“Dek..” panggilku dengan lirih.
“Iya kak,”
“Nenek pernah cerita sama kakak..”
sahutku.
“Cerita apa kak..?”
Aku mencoba menceritakan dengan
pelan-pelan, dan hati-hati. Mungkin ceritaku ini dapat mengurangi
keingintahuannya sedikit. Karena aku pun juga baru mengetahui ini baru-baru
saja. Dan sebaiknya aku menceritakannya karena adikkupun juga harus tahu.
Entah, apa yang nanti akan kukatakan, menurutnya penting atau tidak. Tapi,
sekarang dia memang benar-benar ingin tahu.
“Ayolah kak, nenek pernah cerita
apa?”. Sambungnya.
“Nenek itu pernah
bilang sama kakak, kalau ayah meningggal ketika kamu umur 3 tahun. dan ketika
itu kakak kelas 3 SD.”
“Terus ibu kemana
kak?”. Tanyanya.
“Kalau itu nenek belum
cerita sama kakak”.
“Yaelah..”
Terlintas difikiranku kalau aku tidak
seharusnya meneruskan ceritaku. Karena aku tak tahu pasti, benar atau tidak
kalau ayah meninggal dalam kecelakaan pesawat dan ibu, pergi mencari ayah.
Itulah yang sangat mengganjal di hidupku sekarang.
Aku tahu itu setelah aku bertemu
dengan om Joko. Sahabat karibnya ayah. Tapi tanpa sepengetahuan nenek. Dan kamipun
bertemu juga tidak sengaja. Aku bertemu dengan om Joko ketika aku hendak pulang
dari toko buku kemarin sore. Beliau mengenaliku, karena wajahku tidak banyak
berubah dari waktu masih aku kecil. Begitu katanya.
Om Joko mengajakku pergi ke resto
masakan padang. Karena beliau sangat tahu kesukaanku dari masih kecil. Dan
itupun masih terbawa ketika aku besar. Banyak yang kita bicarakan. Tentang
ayah, dan ibu. Katanya, ayah dulu seorang pilot sebelum ayah meninggal. Ayah
sangat baik. Banyak orang yang suka kepadanya, karena ayah suka menolong terlebih
lagi ayah itu orangnya humoris tapi, ayah juga seorang yang keras kepala.
Samalah dengan sifatnya “Aldo” –keras kepala-. Dan ibu, ibu juga sangat baik.
Mereka berdua sama-sama baik dan punya banyak teman. Tapi ibu lebih pendiam. Sepertinya
aku mewarisi sifat ibuku. Dan hanya itulah yang om Joko ceritakan kepadaku.
Sedikit lega ketika aku mengetahui
bagaimana ayah dan ibuku dulu. Bagiku itu bisa membuka sedikit demi sedikit
rahasia tentang keluarga ini yang belum sepenuhnya aku ketahui. Dan Aldo, dia
sudah mulai diam. Karena sekarang dia mulai ngantuk dan tidur.
@@@
Keesokan harinya, seperti biasa aku
dan Aldo berangkat sekolah. Dan nenek juga sudah tidak marah lagi. Seperti apa
yang aku dengar akhir-akhir ini setiap kali akan berangkat sekolah.
“Aldo, kamu jangan
nakal. Jangan main di bandara itu. Jauhi yang namanya pesawat”.
Itulah. Sepertinya aku mulai tahu
mengapa nenek bilang seperti itu. Mungkin nenek trauma karena ayah meninggal
dalam kecelakaan pesawat. Aku tahu itu dari om Joko.
@@@
Ketika aku menjemput Aldo, ada guru
yang bercerita tentang keaktifan Aldo di dalam kelas.
Aldo bertanya, “Kenapa pesawat bisa
terbang. Kenapa pilot bisa tau arah pesawat terbang. Dan bagaimana Aldo bisa
terbang, terus bertemu ibu”.
Itulah yang Aldo tanyakan kepada bu
Mus.
Bu Mus bertanya kepadaku, “Jadi Aldo
itu pengen jadi pilot ya?”.
Aku menjawab, “Iya bu, katanya sih
begitu...”.
@@@
“Kak, nanti aku mau lihat pesawat
lagi ya..”.
“Ya, tapi pulangnya
jangan kemaleman kayak kemaren. Nanti kalau nenek tahu kamu dimarahin lagi”.
“Oke deh kak, pokoknya
sebelum nenek pulang nanti Aldo pasti udah ada di rumah.”
“Ya, inget tuh janji
kamu”.
Kali ini Aldo ingin pergi bawa
sepeda. Dia mencari sepedanya di gudang. Tapi, Aldo menemukan miniatur pesawat lengkap juga dengan
foto-foto waktu ayah jadi pilot. Ya. Aldo menemuiku. Bertanya kepadaku.
“Kak, lihat deh. Aku nemu apa.. ini
ada pesawat. Bagus banget ya kak..?”
Saat Aldo menunjukkkan pesawat yang
ia temukan tadi, mataku tidak tertuju pada benda itu. Tapi, aku melihat foto
ayah lengkap dengan seragam pilotnya. Ya. Semoga saja Aldo tidak menyadarinya.
Tapi, ini memang saatnya.
“Kak, lihat juga deh. Ini ayah bukan?
Jadi ayah dulu seorang pilot ya? Wah.. keren...”. Kata Aldo sangat senang.
Terlintas di fikiranku. Aku
menyadarinya.
“Apa mungkin, ayah
meninggal ketika bertugas menjadi seorang pilot? Karena itukah nenek menentang
cita-cita Aldo? Dan apa mungkin, ibu pergi karena ibu enggak percaya kalau ayah
sudah tiada? Ya tuhan. Inikah rahasia keluargaku?”. Tanyaku dalam hati.
Tanpa basa-basi aku menelpon nenek
untuk cepat pulang. Dan Aldo, aku melarangnya untuk tidak pergi kali ini. Ya.
Setengah jam kemudian nenek tiba. Aku bertanya apa yang aku sangkakan tadi di
dalam hatiku. Tak kusangka. Semua hampir benar.
“Maafkan nenek yang
tidak memberitahu kalian dari dulu. Nenek takut kalian akan sedih. Dan juga
nenek tidak mau mengingat kejadian itu lagi. Bagi nenek, kejadian itu masih
sulit untuk di lupakan. Dan tentang ibumu, dia depresi dan sekarang ada di
rumah sakit jiwa.” Begitu penjelasan nenek.
waktu itu kita langsung pergi ke
rumah sakit jiwa menemui ibu. Ya. Cantik. Ibu terlihat cantik seperti yang ada
di foto. Meskipun sedang sakit, ibu masih terlihat cantik.
@@@
Sudah seminggu kita merawat ibu. Kata
dokter, besok ibu sudah boleh pulang. Tepat tanggal 20 Mei ulang tahun Aldo ke
11. Ini akan menjadi hadiah yang paling indah buat Aldo.
Hari ini, hari ulang tahun Aldo. Dan
juga hari dimana ibu bisa pulang kerumah dan kami akan berkumpul. Hari ini
juga, aku sudah menyiapkan hadiah buat Aldo.
Teman-temanku bilang,
“Hai Raka, sepertinya
hari ini kamu seneng banget. Wajah mu itu lo, kelihatan berseri-seri.”
“ya..makasih. Hari ini
memang hari yang indah.” Jawabku.
Dengan semangat aku keluar dari toko
mainan. Aku membeli miniatur pesawat spesial buat adikku, Aldo. Dengan uang sakuku yang
selama ini aku tabung. Tapi, tuhan berkehendak lain. Hari yang paling indah.
Menjadi hari yang menyedihkan.
Terlihat motor yang melaju dengan
kencang dari kejauhan. Tiba-tiba, hanya dengan hitungan detik.
“Brak..”
Dengan sekejab seragam putihku
menjadi merah. Sempat aku dilarikan ke rumah sakit. Tapi, ini sudah waktunya
aku pergi. Selamat tinggal semuanya. Aldo, nenek dan ibu selamat tinggal.
Sekarang aku akan menyusul ayah di surga. Raka sayang semuanya. Doakan Raka,
semoga Raka bisa bertemu ayah.
Aku tinggalkan miniatur
pesawat terbang
dan surat buat adikku, Aldo.
“Aldo, adikku yang paling bandel. Selamat ulang tahun. Semoga
kamu jadi anak yang baik selalu. Raihlah cita-citamu. Berbaiklah sama nenek.
Jaga dan sayangilah, ibu dan nenek. Dan semoga kamu suka dengan hadiah dari
kakak”.
Cukup singkat surat yang ku beri.
Cukup singkat juga hari itu. Kini aku pergi untuk selama-lamanya.
-The end-
Tentang Penulis
Dian Yulia Nastiti lahir di Grobogan, 21 Juli
1997. Penulis adalah anak tunggal. Sekarang, penulis duduk di kelas 2 SMK
Negeri 1 Purwodadi bidang keahlian Akuntansi. Hobinya bukan membaca novel,
ataupun menulis. Tapi, penulis berusaha untuk menyelesaikan tugas Bahasa
Indonesia. Dan ini adalah karya pertama dari penulis. Penulis sangat berterima
kasih kepada Ibu Indra Hermarita, karena beliaulah cerpen ini bisa tercipta.
Bagi pembaca yang ingin mengetahui lengkap tentang penulis, bisa melihat profil
penulis melalui Facebook : Dian Yulia. Untuk pembaca yang ingin menyampaikan
kritik atau saran ke penulis, bisa menghubungi lewat media sosial diatas, atau
dengan e-mail : Dianyulia09@gmail.com. Cerpen : “Pesawat Terbang Buat Adek”